Mi’raj suatu
fenomena yang melampaui zamannya. Belum juga masyarakat arab pada waktu itu
mengenal teknologi transportasi seperti sekarang ini, Allah sudah
menyuguhkan pada mereka suatu tanda bahwa ilmu-Nya tidak terhalang oleh zaman
atau harus mengikuti pemahaman manusia pada saat itu. Allah berlaku sesuai
kehendak-Nya.
Diperjalankan-Nya,
hamba yang paling dicintai-Nya, Muhammad saw. Dibukakan rahasia yang belum
pernah diberikan kepada mahluk yang lainnya. Tanda bahwa memang baginda nabi
Muhammad memang manusia plilihan.
Tentu bagi
kita sudah tidak asing lagi cerita tentang mi’raj, dimana nabi di panggil Allah
ke sidratul muntaha. Dimana jibril pun tidak bisa melanjutkan perjalanannya. Hanya
Nabi Muhammad yang diperkenankan bermuwajahah (tatap muka) lansung dengan
Allah.
Kalau
informasi mengenai surga saja bisa membuat orang rela mengorbankan tenaga,
harta, bahkan nyawa. Itu pun informasi yang didapat belum mampu menggambarkan
surga yang sebanarnya.
Bayangkan
bila diberi kesempatan bermuwajahah dengan yang punya surga. Dengan arsitekturnya
sendiri. Apa mungkin surga lebih indah dari Allah sendiri ? Apa mungkin
kenikmatan melihat Allah bisa dibandingkan dengan kenikmatan surga ? Pasti akan
berkali-kali lipat dari surga dan isinya.
Andai saya
diperkenankan mengalami mi’raj, saya pasti akan mohon kepada Allah untuk tidak
mengembalikan ku ke bumi. Memang ada yang lebih indah dari Al Jamil (Yang Maha
Indah) Allah swt ?
Itu kalau
bisa. Namanya manusia ya cuma berandai-andai. Dan sebanarnya juga kemungkinan
besar kita tidak akan ingat permohonan kita itu ketika kita benar-benar
bertatap muka (kalau terjadi) dengan Allah swt.
Lihat ketika
laki-laki melihat perumpuan yang cantik saja, kadang-kadang mata sudah tidak
lagi bisa di kontrol. Saking terpesonya, lupa kanan kiri, itu baru di dunia. Lha
kalau berhadapan dengan Yang Maha Indah.
Kemungkinan
kita akan lupa segalanya. Kita akan larut dalam keindahan Allah swt. kita akan
lupa apa yang kita inginkan, bahkan sudah tidak ada kesadaran mengenai diri
(ego). Contohnya ketika Kalammulllah Musa as. ngotot minta melihat wajah Allah,
gunung pun meleleh, musa pingsan, akhirnya nabi musa mengerti betapa agungnya
wajah Allah itu.
Sudah tidak
berlaku konsep diri. Yang ada hanya Allah tidak yang lain.
Melihat hal
ini kita sepantasnya kagum kepada baginda Habibullah Muhammad saw. Diberikan
kesempatan yang luar biasa seperti itu, beliau tetap ikhlas untuk kembali ke
bumi, menemani umatnya, mengendarai sunatullah, mengalami penderitaan dan
cobaan.
Tentu saja
itu perintah Allah yang mau tidak mau harus dilaksanakan. Tapi kalau saya yang
di mi’raj kan terus disuruh balik ke bumi. Pasti saya protes “ Ya Allah kok
disuruh balik ke bumi... ???”